Rabu, 18 April 2012

Kali Oehani

Belum lama ini saya harus mengantar sang istri dan anak saya kembali ke Kota Ende, Flores dan untuk beberapa hari lamanya kami transit di Kota Kupang. Nah di kota inilah saya menyempatkan waktu sejenak untuk melihat tanah nenek moyangku di Wilayah Oehani (Desa Oeletsala) Kec. Kupang Tengah. Walaupun telah berubah namun Oehani tetaplah Oehani, potret dari sebuah kampung sepi dibungkus pamorama naturalistik yang membuat naluri fotografi saya terusik.



Hari itu Senin (16/4) jam 8 pagi saya beranjak keluar dari rumah bersenjatakan Canon DSLR dan tripod yang selalu siap dimobil berangkat menuju lokasi di Kampung Oehani.


Lama perjalanan memakan waktu kurang lebih 30 menit dan begitu tiba sayapun langsung mengajak Januar, salah satu sepupu saya yang tinggal di kampung tersebut untuk mengantar saya ke sebuah kali. Karena obyek tujuan kali ini ber-anonim maka saya namakan saja Kali Oehani.



Dengan medan yang cukup berat, kami berjalan melewati setapak menuruni bukit sekitar 1 jam lebih. Cukup melelahkan memang apalagi harus memikul kamera dan tripod serta bekal seadanya berupa 3 botol air minum kemasan dan 1 bungkus coklat.




Namun harus saya akui bahwa pemandangan sepanjang perjalanan memang indah apalagi dibalut udara segar dan bersih seolah memberi pesan pada saya bahwa rasa capek dan lelah akan dibayar dengan scene yang menakjubkan.


Dan ternyata benar, sesampainya di kali saya dihadapkan dengan alam yang indah, mahakarya sang pencipta yang selama ini terlewatkan oleh orang-orang kota seperti saya. 

 
Seolah tidak ingin membuang waktu, langsung saja sesi pemotretan dimulai. Diawali dari kali kecil kami terus berjalan sampai mendapatkan kali induk yang lebarnya bisa mencapai 30-40 meter. Walaupun sangat lebar namun volume maupun debit air yang mengalir tidaklah terlalu besar (mungkin karena musim hujan telah lewat), dan ini membuat saya sedikit kecewa.
 
Namun tak apalah, kalau aslinya memang indah ya tetap akan selalu indah:). Menurut saya bongkahan-bongkahan besar batuan beku diselingi sedimen dan metamorf membuat komposisi warna dan tekstur tetap seimbang seolah makin memperkaya detail landscape Kali Oehani.
Dan seolah tak pernah merasa lelah, saya dan Januar terus berjalan menyusuri kali hanya untuk mendapatkan scene dan angle yang bagus.

Selanjutnya penelusuran obyek membawa kami kepada satu bongkahan batu besar berwarna hitam pekat pucat. Sambil meneguk air minum kemasan sekadar melepas dahaga sayapun memeriksa bongkahan batu tersebut lebih detail dan dengan background ilmu geologi yang saya miliki maka dapat dipastikan bahwa batu tersebut adalah batu mangan. Sekali lagi saya merasa tidak sia-sia perjalanan kali ini.

Tak terasa sang surya mulai condong ke arah barat tanda waktu menunjukkan telah jam 3 sore. Saya putuskan untuk pulang agar tidak kemalaman tiba di rumah.Kami berduapun mulai beranjak meninggalkan kali dan mulai menapaki jalan yang membentang di hadapan.


Harus saya akui bahwa sesi ini adalah yang paling berat karena harus berjalan kaki mendaki bukit dengan kemiringan tanah 45-50 derajat selama 2 jam. Sangat melelahkan memang. 

Yah akhirnya sampai juga saya dan Januar di Oehani. Setelah mengucapkan terima kasih dan berbasa-basi ala kadarnya sayapun kembali berada dalam terrano yang membawa saya pulang ke rumah di Kupang.



Saluuttt... capek dan letihku terbayar sudah. Terima kasih Oehani, saya pasti kembali untuk pemandangan yang lebih indah dan hasil jepretan yang lebih oke.

Thank Almighty God!

3 komentar:

  1. keep writing and take picture...
    What you did is great..
    nice blog..

    BalasHapus
  2. Mantap...!! Saya juga pernah melintasi kali tersebut..!!

    BalasHapus
  3. saya sangat tertarik untuk mengunjungi sungai tersebut. bisa minta contact saudara bapak yang tinggal di sana? no hp saya 08222 640 2222

    BalasHapus